
ARSY Aulia (37), warga Desa Maburai RT 1, Kecamatan Murung Pudak, Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan (Kalsel) itu termenung di teras rumah sederhana yang dipinjamkan seorang kawan untuk ditinggalinya. Sendiri, tanpa sanak famili.
Kecelakaan tunggal yang menimpanya, membuat Arsy, pria sebatang kara itu kehilangan segalanya. Ia kehilangan kaki kanan, kehilangan pekerjaan, kehilangan tempat tinggal karena tak lagi mampu bayar sewa dan nyaris kehilangan semangat hidup.
Sempat menggantungkan hidup dari kebaikan hati warga sekitar, Arsy kemudian sadar untuk tidak menyerah dengan keadaan. Dengan semangat yang tersisa, ia bertekad untuk hidup dari hasil jerih payah sendiri.
Tekad itu diwujudkannya dengan membuat kaki palsu sendiri. Semua bahan diolahnya dari barang bekas, seperti paralon dan ember timba. Namun tentu saja, hasilnya tidak lah sempurna.
“Kalau untuk berdiri sudah bisa, cuma kalau dibawa jalan kaki masih berasa sakit. Dengan bantuan dua tongkat bisa melangkah tapi gak bisa lama, sakit,” ujar Arsy.
Untunglah kemudian, derita Arsy mendapat uluran tangan dari Komunitas Sayangi Sesama (KS2) Tabalong. Dengan dukungan Ketua RT 1, Arif dan Pambakal (Kepala Desa) Maburai, Edy Rahmanto, Ketua KS2 Tabalong, Erlina Effendi Ilas menggalang donasi untuk pengadaan kaki palsu untuk Arsy.
Bertepatan dengan kegiatan peringatan Hari Kesehatan Nasional dan HUT Tabalong yang dilaksanakan RSUD H Badaruddin Kasim (HBK) Tanjung pada 2021 lalu, harapan Arsy akan kaki palsu terwujud.

Bukan hanya sekali itu KS2 Tabalong mewujudkan harapan penyandang disabilitas fisik. Terbaru, KS2 Tabalong bersama RSUD HBK Tanjung juga telah mewujudkan mimpi Norliana (42) yang telah 25 tahun mengidamkan kaki palsu.
15 Juli lalu, didampingi Kepala Seksi (Kasi) Keperawatan dan Kebidanan Rawat Jalan RSUD HBK Tanjung, Siti Hotijah, Ketua KS2 Tabalong, Erlina Effendi Ilas menyerahkan kaki palsu untuk Norliana.
Bukan hanya mewujudkan harapan dan Impian para penyandang disabilitas fisik agar kembali mandiri, Erlina Effendi Illas, perempuan tangguh kelahiran 24 Mei 1983 tersebut, bersama KS2 Tabalong yang didirikan tahun 2020 tersebut, sudah banyak berkhidmat menyayangi sesama, khususnya kaum marginal, mereka yang “terpinggirkan” di Tabalong.
Seperti misalnya, mendirikan rumah tahfidz dan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), membagikan paket sembako untuk yatim piatu dan dhuafa, menyalurkan bantuan untuk korban bencana, menggelar kegiatan khitanan gratis, Sedekah Jum’at, Sayangi Sesama on the road, Anjangsana Lansia, Blusukan Sayangi Sesama dan kegiatan sosial lainnya.

Erlina Effendi Illas, perempuan yang senantiasa membawa kebahagiaan kepada kaum marginal tersebut, sejak duduk di bangku sekolah sudah aktif diberbagai organisasi, diantaranya, Pelajar Islam Indonesia (PII), Organisasi Kemahasiswaan dan lainnya.
Ia memiliki harapan besar dibidang sosial pendidikan. Ia memiliki mimpi untuk memiliki panti asuhan sendiri, pesantren lansia, rehabilitasi atau penampungan Orang Dalam Gangguan Jiwa (ODGJ).
“Saya juga punya cita-cita bisa memiliki rumah singgah bagi pasien dhuafa dari pelosok yang berobat ke rumah sakit di Tanjung, agar memudahkan pihak keluarganya tidak bolak-balik dengan jarak cukup jauh dari kampung ke kota,” katanya.
Baginya, membantu kaum “terpinggirkan” memiliki kebahagiaan tersendiri, karena dapat melihat senyum tulus dari mereka yang mendapatkan uluran tangan dari KS2.
Ketertarikannya dalam membantu lahir dari kegelisahan banyaknya gap kaum ”terpinggirkan” dalam mendapatkan pelayanan publik diberbagai hal yang disebabkan oleh kemiskinan, ketidaktahuan, keterisolasian hingga ketiadaan empati yang dipicu keputusasaan sosial.
Melalui Komunitas Sayangi Sesama, Erlina hadir dengan menumbuhkan fitrah setiap manusia dalam berbuat kebaikan dan menjadi perekat bagi siapa saja serta lembaga manapun untuk menjadi manfaat bagi yang membutuhkan.
“Setiap membantu orang pasti memiliki momen paling menyentuh, apalagi membantu lansia dan anak yatim,” Erlina menceritakan.
Diharapkan, suatu kebaikan akan terhubung dengan kebaikan lainnya dan dapat menjadi kemashlahatan untuk kaum “terpinggirkan”, sekalipun dalam keterbatasan. (fer)